Halaman

Sabtu, 03 November 2012

(REPOST) "SEBUAH KESALAHAN" PART 4


SMA 2 Malang merupakan salah satu SMA terbaik di Malang. Makanya Oik dan Cakka belajar dengan tekun untuk dapat memasuki SMA ini.

Kalau Oik memang tak usah diragukan lagi. Dia punya segudang prestasi dibidang Sastra maupun hitung-hitungan. Bahkan dia juga pernah menjadi wakil dari Malang dalam lomba membuat surat untuk Presiden. Tapi, sayang. Dia hanya keluar sebagai 7 terbaik.

Kalau Cakka? Dia sangat berbanding terbalik dengan Oik. Waktu SMP, kerjaannya hanya tidur saat belajar mengajar dimulai. Dia bertemu dengan Oik saat dia juga sedang mendaftar di SMA 2 Malang. Jadi yang berjasa dalam masuknya
Cakka ke SMA ini adalah Oik. Karena dalam waktu seminggu itu, Cakka bolak balik kerumahnya karena ingin belajar.

Oik pun menyarankan Acha untuk bersekolah disini. Karena Acha juga mempunyai otak yang cemerlang.

Seragam putih dengan rok abu-abu membuat semua gadis yang memakainya semakin dewasa. Tetapi, bagi Cakka. Oik pakai apapun akan selalu imut!

Acha menyisir rambutnya. Oik memakai seragamnya dengan kancing kerahnya yang dibiarkan terbuka. Kemudian mereka keluar kamar dan segera menghampiri Sivia yang sedari tadi sudah menunggu mereka di meja makan.

“Sudah siap? Gak ada yang ketinggalan lagi kan?” tanya Sivia sembari mengoleskan selai Nanas pada rotinya.

Acha dan Oik mengangguk. Kemudian Oik mengambil kunci mobilnya dan dilemparkannya kunci mobilnya itu pada Acha.

“Kamu yang ngendarain!” sahutnya cuek. Sedangkan Acha hanya manyun.

“Eh. Kalian gak usah naik mobil!”

Acha tersenyum kemenangan sedangkan Oik berbalik dengannya, manyun.

“Tapi Bun..” ucapan Oik terpotong karena seseorang tiba-tiba nyelonong masuk kerumahnya.

Acha seakan tersihir dengan kedatangan pemuda tampan ini. Dia memperhatikannya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

“Cakka?” kaget Oik.
Acha menoleh, kemudian dia memberi isyarat pada Oik yang seakan bertanya ‘dia pacar kamu?’

Oik manggut-manggut. Sedangkan Cakka langsung duduk didepan Oik.

“Cakka udah makan?” tanya Sivia yang memang sudah sangat akrab dengan Cakka.

Cakka mengangguk sopan “Udah kok Tan. Cuma mau jemput istri saya dengan ipar saya”

Sivia tertawa. Acha dan Oik melongo karena perkataan Cakka.

“Gila. Cakep banget Ik!” bisik Acha.

Oik terus saja melongo. Acha diam dan melanjutkan sarapannya.

“Dimakan dong sayang” suruh Cakka yang sudah tidak malu-malu menyebutkan kata ‘sayang’ didepan Sivia.

“Bunda yang nyuruh Cakka menjemput kamu dengan Acha. Udah cepetan dimakan. Udah jam berapa ini.” Oik tersadar dan ikut melanjutkan sarapannya.

Cakka tersenyum sembari menikmati pemandangan indah didepannya.

Acha memperhatikan gerak gerik Cakka sambil sesekali tertawa geli.

Oik tetap makan dengan cueknya. Bahkan dia tak menyadari dia sudah makan 3 potong roti.

Cakka tertawa sedangkan Acha dan Sivia geleng-geleng kepala.

“Ik. Itu udah 3 potong” ujar Cakka disela tawanya.

Oik berhenti makan. Semburat warna merah keluar dari pipinya.

Ia lalu meminum susunya dan segera pamit pada Sivia.


Tak lupa Acha dan Cakka ikut  pamit.
***
Sesampainya di sekolah..

Cakka turun dari mobilnya. Dengan cepat dia berlari menuju pintu Oik dan segera membukakannya bak putri raja. Acha hanya menggeleng melihat tingkah Cakka.

Oik menggandeng tangan Cakka. Sedangkan Acha dibelakang mereka. Mengikuti kemana arah tujuan mereka.
Oik tersadar dan melepaskan gandengannya pada Cakka. Dia lalu menghampiri Acha.

“Kita ke ruangan KepSek dulu. Mau nanya ruangan kamu dimana” ujar Oik yang diiringi anggukan dari Acha.
Cakka mengayunkan tangannya. Menyuruh kedua perempuan dibelakangnya untuk cepat-cepat menuju ruangan
KepSek.

Mereka pun berlari. Murid-murid yang cowok memperhatikan Acha yang ikut berlari.


“Manis”
“Imut”
“ngegemesin!”

itulah tanggapan-tanggapan dari mereka.

Acha, Cakka dan Oik sampai diruangan KepSek. Acha menyarankan untuk dia saja yang masuk. Cakka dan Oik pun menyetujuinya karena bel sudah berbunyi.

Acha masuk dengan perasaan deg-deg an. Dia berharap agar dia sekelas dengan Oik.

Setelah bertanya, diapun mencari ruang kelasnya.

XI-IPA 3

sebelum masuk kekelasnya, dia terus saja berdoa. Semoga dia diterima dengan baik oleh semuanya.

Cekrek..

Pintu ruangan itu terbuka dan terlihat seorang Guru perempuan memakai kacamata tebal dengan kayu tebal ditangannya.

“Kamu siapa?” tanya Guru itu.

“Saya anak baru Bu.” jawab Acha.

Guru itu lalu menyuruh Acha masuk dan segera memperkenalkan dirinya.

“Nama saya Larissa Safanah Arif. Kalian boleh panggil saya Acha” ujar Acha sambil memperhatikan wajah-wajah
temannya.

“Oke Acha. Nama saya Bu Okky. Kamu duduk disamping Obiet” tunjuk Bu Okky ke arah seorang cowok yang memakai kacamata.

Acha mengangguk sopan dan segera menuju tempat duduknya.

“Hey Obiet!” Obiet hanya diam. Acha pun gondok karena sapaannya dicuekin.


“Oke pelajaran kita kali ini adalah Fisika, yaitu tentang optik!” seru Bu Okky.
***
Alvin merebahkan tubuhnya. Dia lalu membuka topinya. Rambutnya terasa panas karena tadi dia memakai topi saat konser. Ternyata, inilah yang dibilang managernya hal yang penting.

“Ah! Kapan sih Aku dapat libur?” keluhnya. Tak lama ia mengambil Hpnya dan memencet sebuah nama.

“Halo” sahut seseorang diseberang sana.

“Halo. Eh, kamu batalin semua konserku selama seminggu ini. Aku mau liburan ke Malang” ujar Alvin.

“Yaah Vin.. Ada penawaran yang untungnya gede!” seru orang itu.

Alvin tak peduli. Malah dia jadi emosi karena perkataan orang itu yang merupakan Managernya.
“Aku gak peduli. Pokoknya batalkan!” bentak Alvin.

“Okedeh” ujar Managernya, lesu.

Alvin mengakhiri pembicaraannya. Dengan kesal dia membanting Hpnya.

Dia kembali terbayang dengan kejadian dua hari yang lalu di Cafe.

Sivia Azizah Farlani.

Yup, dia seorang wanita yang selalu mengisi pikirannya setiap hari. Bahkan hatinya pun penuh dengan segala hal yang dimiliki Sivia.

Sebetulnya, kesalahan yang dilakukannya dengan Sivia di masa lalu itu bisa diperbaiki. Namun, karena sifatnya yang egois membuatnya jauh dengan Sivia. Dan karena itu pula, Sivia harus menanggung semuanya sementara dia harus merasakan sebuah kehilangan yang mendalam.

“Aku telah tahu dimana kamu. Tunggu aku di sana. Aku bakal temuin kamu”

Dia mengambil secarik kertas putih. Tak lama kemudian tertera berbagai kata di kertas putih itu.


Rindu ku akan hadirmu.
Tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata.
Semua hal yang ada dalam dirimu.
Adalah semua kebahagiaan dalam hidupku.


Maafkan aku.
Maafkan atas semua yang telah kulakukan padamu.
Sebuah kesalahan yang membuat kita jauh.
Kesalahan yang menghadirkan seseorang dalam siksa hidup.


Aku harap kau tak ceroboh.
Aku harap kau tak menyesal.
Aku harap kau tak berubah.
Karena mengenalku.


“Kayak lagu!” seru Alvin sambil tertawa sendiri saat melihat tulisannya.
***
Sivia menghela napasnya. Barusan Bos nya menegur karena kerjaannya kurang memuaskan. Dia mengingat kembali kejadian dua hari yang lalu.

Alvin Jonathan Ramadhana.

“Kenapa dia selalu muncul dalam pikiranku?” jeritnya dalam hati.

Nova, Nova Cintya Sinaga yang merupakan teman kerjanya terus saja memperhatikan tingkah Sivia. Dia sendiri saja bingung karena tingkah Sivia yang tidak biasanya.

“Kamu kenapa? Ada masalah?” tanya Nova sembari duduk didepan Sivia.

Sivia mengangguk. Dia menyebutkan nama Alvin.

Nova mengangguk dan menyuruh Sivia untuk menceritakan semua kegusaran yang menghampirinya.
“Aku ketemu dia dua hari yang lalu. Dan Oik juga ketemu dia tiga hari yang lalu. Sepertinya ini takdir..”

“Itu tandanya dia jodoh kamu” sela Nova.

Sivia melotot “Ceritaku belum selesai Nova!” seru Sivia.

Nova takut. Dia pun hanya nyengir dan segera kembali ke meja kerjanya.
“Oi! Gak mau dengar ceritaku?” Nova menggeleng dan terus saja melenggang menuju meja kerjanya.

“Aku takut Siv! Nanti tiba-tiba kamu berubah jadi Setan!” Seru Nova.

Sivia pun tertawa

“Pulang sama-sama ya Nov! Lintar gak jemput kamu kan?” teriak Sivia.

“Kagak!” balas Nova tak kalah kerasnya.

“Sejak kapan kantor ini punya kalian?” sahut teman kerja mereka.

Nova dan Sivia hanya menahan tawanya.

Tiba-tiba Hp Sivia bergetar.


From : Nova Sinaga
kamu ceritanya di mobil aja ya? Oke?


To : Nova Sinaga
Oke..
***
Cakka berlari menuju gerbang sekolahnya. Dia menyesal karena telah membuat 2 orang menunggu karenanya.

Sesekali dia mencaci maki dirinya sendiri. Dia juga agak kesal karena sekolahnya ini terlalu luas. Bahkan kantinnya terletak di sudut sekolah. Ini membuat murid-murid didalamnya susah untuk bolos.

Cakka tersenyum saat melihat Acha dan Oik masih bertengger di gerbang sekolah.
“Hey!” sapanya sembari memegang pundak Oik.

Oik menepisnya “Telat 30 menit! Pertahankan Kka!” sindir Oik.

“Ya nih! Kamu tadi ngapain?” tanya Acha yang emosinya masih terkontrol.

Cakka menjelaskan semua hal yang membuatnya terlambat. Oik pun mengerti dan tersenyum.

“Pulang Yuk. Atau mau pergi makan dulu?” tanya Cakka.

Oik mengangkat bahunya dan menunjuk Acha.

“Tanya aja dia Kka!”

Acha menunjuk dirinya “Aku? Terserah kalian. Kalau boleh sih, aku pulang dulu terus kalian pergi berduaan. Gimana? Deal?”

Cakka dan Oik hanya diam. Terlihat rona merah dipipi mereka.

“Yo Wes. Wonginya piro?” canda Acha.

Mereka pun tertawa. Lalu dengan segera menuju parkiran sekolah.

Jazz hitam Cakka melaju kencang di jalanan Malang. Jalanan di Malang memang sepi. Sangat berbeda jauh dengan
Jakarta.

Oik memutar lagu Geisha, Cinta dan Benci.

Acha? Sibuk mengotak atik Hpnya. Dia sibuk mencari seseorang di FB maupun Twitter.

“Hey! Kok diem?” tanya Cakka.

“Emang mau ngomong apa Cak?” tanya Acha yang masih tetap sibuk dengan Hpnya.

Cakka cemberut karena Acha memanggilnya dengan embel-embel ‘Cak’

Oik masih tetap konser dan tidak menyadari perubahan raut wajah Cakka.

“Ik!” Oik cuek.

“Ik!” Oik mengeraskan volume suaranya.

“Ik!” Teriak Cakka yang membuat kepala Oik beradu dengan atap mobil Cakka.


“Kka! Aku mau nyanyi!” Cakka makin cemberut dibuatnya.
***
maaf kalau pat 4 nya agak ngawur T.T soalnya lagi sakit nih T.T *curcol
BTW mau ngucapin makasi buat yang sudah doain saya lulus UN *geer
jadi nilai tertinggi disekolah dan nilai matematika 10 *promosi* haha

selamat membaca ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar