Halaman

Sabtu, 03 November 2012

(REPOST) "SEBUAH KESALAHAN PART 5

Secangkir teh telah nangkring manis di samping Komputer. Sesekali Alvin mengambilnya, menyeduhnya, dan menaruhnya kembali. Ia tengah asyik membuka e-mail dari penggemar.


From : Ashilla

Mas Alvin cakep deh! Apalagi kalo lagi main piano.

“Hahaha..uhuk,uhuk”

Kualat deh!

Saat mulutnya penuh dengan teh dan melihat E-mail penggemarnya itu, Alvin tertawa yang kemudian dia tersedak.
“Ah, kualat kan aku” keluhnya.

Kemudian dia membuka kembali e-mail dari penggemar setianya atau julukannya Alvinoszta.


From : Cahya
Aku pengen loh Mas punya Suami kayak kamu.


Dan tanggapan Alvin?
“Di Cina banyak tuh Neng” ujarnya sambil tertawa geli.

Namun, dia terkaget-kaget saat menemukan satu E-mail dari seseorang.


From : Oik Azizah Ramadlani.
Pak, kita bisa ketemuan? Bapak yang menentukan.

Alvin tak langsung menjawabnya. Dia mencari daftar orang yang Online dan mendapati ada nama Oik muncul disitu.


~CHAT antara Alvin dan Oik~
AlvinJ : Hey.
OikZ : Hey juga Pak.
AlvinJ : Ada apa kamu mau ketemu saya?
OikZ : saya cuma ingin bertemu bapak. Itupun kalo bapak mau.
AlvinJ : OK! Saya juga ada hal penting yang harus saya tanyakan sama kamu.
OikZ : Cafe Shelterd Wich, Kamis, 4 sore.
AlvinJ : Ok.
OikZ offline


Alvin tersenyum. Entah kenapa dia merasa dia sangat menginginkan untuk melihat Oik. Bukan karena dia menyukai Oik, tetapi dia menemukan dirinya saat melihat Oik.
***
“Hebat kamu Ik! Jarang-jarang loh Pak Alvin mau nyapa penggemarnya!” kagum Acha saat melihat Oik lagi memainkan Laptopnya.

Oik menoleh, “Aku bukan penggemarnya Cha!” serunya.

Acha diam. Dia tak mengerti jalan pikiran Oik.

“Tapi aku anaknya..” lirih Oik dalam hati.

Acha beranjak menuju meja belajar Oik. Disana terdapat beberapa koleksi novel Oik. Novel agamais dan novel inspiratif.

“Prie GS? Helena? Ipung? Wah, Novel kamu Ik! ckck teenlit terbaru ada gak?” tanya Acha.

Oik menggelengkan kepalanya. Matanya tetap fokus kearah laptop.

“Teenlit sekarang ngawur! Seperti curhatan cewek mewek. Males aku liatnya!” keluh Oik.

“Hahaha kurang ajar kamu Ik!” tawa Acha.

Oik meletakkan laptopnya. Dia kemudian mendekati Acha. Lalu dia merangkul sepupu tersayangnya itu.

“Kamu baca Ipung deh! Ceritanya lucu tapi keren!” tawar Oik.

Acha lalu melihat sampul Novel Ipung. Melihat sampulnya saja membuat Acha pengen bunuh diri.

“Gak deh Ik! Makasih!” tolak Acha.

Oik tertawa. Dia memang sangat memahami watak sepupunya ini.

“Aku kasian loh sama orang-orang kayak kamu. Kalian itu seperti cewek lemah yang diperbudak oleh teenlit”

Acha mengernyitkan dahinya. Didalam hati, dia sangat mengagumi Oik. Dia sangat berbeda dengan cewek seusianya.
Manis, sederhana, supel, periang, kocak, suka novel inspiratif, dan tak pernah ingin menangis karena seorang cowok.

“Yang gila tuh kamu!” seru Acha yang tak ingin mengalah dari Oik.

Oik mengambil sebuah komik. Dia tertawa sendiri saat melihatnya.

“Doraemon, Grandma. Satu-satunya hal yang bikin aku nangis”

Acha tertawa. Tak menyangka dengan kelakuan aneh Oik.

“Cewek lain akan menangis jika melihat surat cinta yang sedih, ataukah melihat film yang salah satu pasangannya meninggal” Acha manggut-manggut mendengar perkataan Oik.

“Tapi pernah gak sekali saja mereka menangis dengan hal yang pasti?” lanjut Oik.
Acha menggeleng pelan, dia tak mengerti.

“Mereka mempunyai nenek. Nenek yang selalu merawatnya. Tetapi, nenek itu tiba-tiba meninggal. Dalam kehidupan nyata, pasti kita akan menangis. Tapi aku? Aku merasakan hal yang sama ketika Nobita kehilangan neneknya. Tetapi dia mungkin lebih baik karena merasakan kasih sayang neneknya. Dan aku? Ayahku entah kemana. Padahal sedikit kecupan darinya membuatku tenang untuk pergi dari dunia ini” ucap Oik panjang lebar.

Mata Acha berkaca-kaca mendengar penjelasan Oik. Tak menyangka, sepupu yang selalu dikaguminya ini ternyata sangat rapuh.

“Elegi banget ya Cha?” tanya Oik.
Acha menganggukkan kepalanya. Kemudian dia berlari untuk memeluk sepupunya itu.

“Aku tak akan menemukan Ayahmu. Aku tak akan mau melihat Ayahmu untuk mengecupmu!” seru Acha disela tangisnya.
Oik tersenyum, kemudian dia mengelus pelan punggung Acha.

“Kenapa kamu jahat?” tanya Oik.
Acha menarik tubuhnya. Sedangkan Oik kaget akan perlakuan Acha.

“Karena aku, Cakka, Tante Via, dan keluarga kita gak akan mau kamu ninggalin kita!” Bentak Acha sambil menunjuk wajah Oik.

“Jangan emosi Cha. Semua ada waktunya. Mungkin bukan saatnya kita berlama-lama untuk dekat.”

Acha meletakkan jarinya dibibir Oik. Dia menyuruh Oik untuk diam.
“Semua akan baik-baik saja. Kamu jangan putus asa” jelas Acha.

Oik diam. Lalu dia melepaskan pelan-pelan jari Acha.

“Kamu gak tahu apa-apa” bisiknya lalu meninggalkan Acha dalam kebisuan.
***
Sore yang indah ditemani dengan sejuknya angin yang berhembus. Suasana seperti ini memang sangat nyaman untuk berkumpul dibawah pohon. Apalagi bersama teman-teman yang menambah keistimewaan sore itu.

Sivia dan Nova tertawa saat melihat anak kecil menekan tuts piano dengan asal-asalan.

Sivia menghampirinya. Nova mengekor dibelakang.

“Hey Nak. Mau tante ajarin main alat itu?” tanya Sivia lembut.
Anak itu mengangguk. Kemudian dia mempersilahkan Sivia untuk duduk disampingnya. Sedangkan Nova hanya berdiri didepan mereka.

“Kamu mau lagu apa?” tanya Sivia sambil tersenyum pada anak itu.

Anak itu berpikir sejenak. Raut wajahnya sangat polos membuat kita tertawa saat memandangnya.

“Telselah tante aja” ujarnya polos.

Sivia menjentikkan jarinya. Lalu dia memberi arahan kepada anak itu untuk memperhatikannya.

Jarinya menari diatas tuts piano. Nova berdecak kagum menyaksikan aksi Sivia.

Lantunan nada lagu Bunda milik Melly Goeslaw mengalun sederhana melalui piano itu.

“Tante hebat! Ajalin aku lagi ya!” seru riang anak itu.

Sivia mengelus pelan belakang kepala anak itu. Dia menggelengkan kepalanya pertanda dirinya tidak bisa.

Bibir anak itu melengkung kebawah. Melihat itu, Sivia jadi teringat Oik.

“Oke tante ajarin! Kalo do itu yang ini, re yang ini, mi yang ini, fa, sol, la, si, dan kembali lagi ke do. Ngerti?” anak itu mengangguk.

“Om aku juga tau main piano tan! Tapi hanya sekedal tau loh! Kalo main dia payah hahahaha” tawa polos anak itu mengalun indah ditelinga Sivia dan Nova.

Tiba-tiba datang seorang pemuda dengan eskrim coklat dan strawberry ditangannya.

“Itu Om aku!” serunya sambil menunjuk kearah belakang Nova.

Nova menyingkir. Sivia dan pemuda itu sambil berpandangan heran.


“Kak Izah?”
“Ozy?”
***
Sivia tertawa saat mendengarkan semua pernyataan konyol Ozy.


Pemuda berumur 25 tahun ini merupakan sahabat lama Sivia. Tepatnya, Ozy adalah anak kecil yang ditertawain Sivia dan Alvin waktu mereka mendengar permainan piano Ozy.
*kalo gak ingat, baca part 3 #kalogaksalah

Nova dan Bian, anak itu malah bercanda. Mereka layaknya ibu dan anak.
“Tante punya anak cowok loh! Umurnya kayak kamu loh!” seru Nova.

Bian terlihat senang “Kapan-kapan aku mau main sama anak tante ya?” tanyanya polos.

Nova mengangguk semangat. Melihat kejadian itu, Ozy dan Sivia tersenyum senang.

“Oh iya! Kak Athan mana?” pertanyaan Ozy sontak membuat Sivia mati gaya.

Sivia melamun. Kembali teringat dibenaknya saat mereka berkumpul bagaikan kakak adik.

“Bukannya dulu dia gak jago main piano ya? Kok sekarang bisa jadi pianis gitu?” Sivia tetap diam. Dia mengambil HPnya dan menunjukkan sebuah Foto untuk Ozy.

“Dia anakku” lirih Sivia.

Ozy tak mengerti. Dia malah menaikkan bahunya.

“Dia juga anak Athan” lirihnya lagi.

Ozy terkesiap kaget. Dia malah memainkan tangan tidak jelas.

“Jadi ?” pertanyaan Ozy menggantung karena Sivia menganggukkan kepalanya.

Ozy membulatkan mulutnya. Dia betul-betul tidak mengerti dengan Sivia. Bukankah dia wanita baik-baik?

Tiba-tiba Bian merengek minta pulang. Ozy pun langsung menyanggupi permintaan Bian.

“Kak Izah, nanti kita lanjut pembicaraannya.” Ozy lalu memberikan Sivia sebuah kartu. Tepatnya kartu nama.

“Cariin cewek juga sekalian buat aku kak” lanjutnya sambil tertawa geli.

Sivia dan Nova tertawa. Kemudian mereka cepat-cepat menyuruh Ozy dan Bian untuk meninggalkan mereka.

Sivia menunjuk Nova di sampingnya.

“Terlalu tua kak!” seru Ozy sambil menarik Bian menjauh dari kedua wanita itu.

“Viaaaaa! Lintar sama Atar mau dikemanaain?!” Jerit Nova.

Sivia malah tertawa geli.
***
Cakka memukul leher Elang dengan keras. Niatnya dia ingin membantu kakaknya yang sedang tersedak.
“Udah enakan kak?” tanya Cakka masih dengan wajah khawatirnya.

Elang melotot. Dia betul-betul tak menyangka dengan aksi Cakka.

“Kamu mau bunuh kakak?” seru Elang.


Cakka membalas pelototan Elang

“Yang minta pertolongan siapa?”

Akhirnya terjadi adu mulut antara kedua saudara itu.


“Kakak hampir mati Kka!”
“Cakka cemas Kak!”
“Kakak mau muntah!”
“Cakka mau makan!”

Lantunan lagu Justin Bieber, Pray memberhentikan pertengkaran kakak beradik itu.

Cakkapun cepat-cepat melompat ke sofa untuk mengambil HPnya.

Cakka lalu  memencet tombol hijau. Belum mengucapkan Halo, orang diseberang sana udah nyerocos.

“Halo Cak! Oik masuk rumah sakit! Cepetan!” ucap orang itu.

“Oke Cha. Rumah sakit mana dan kamar berapa?” tanya Cakka khawatir.

“Rumah Sakit Wahidin. Ruang UGD Cak. Tadi kondisinya parah banget. Kamu cepat-cepat kesini ya!” jelas Acha.

Cakkapun tanpa babibu menghentikan pembicaraannya dan segera mengambil kunci mobil disamping Elang.
“Masuk rumah sakit lagi Oiknya?” tanya Elang.

Cakka tak menjawab. Dia segera berlari menuju kamarnya untuk mengambil beberapa barang yang dia perlukan.

“Malam-malam gini kamu mau pergi?” teriak Elang.

“Bilang Bunda. Cakka nginap!” seru Cakka sembari menutup pintu.

Elang berdecak kagum dengan sifat adiknya.


To : Ray Prasetya
Oik masuk rumkit lagi! Tolong ijinin aku dan dia besok ya!
Thanks before.

Sent ..
***
Sorry part 5nya ngaret hehe ^^ met membaca yaaaa J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar